Cinta kadang ajaib. Tapi keajaiban kadang..
Hanya ilusi
Hanya ilusi
Buat kamu yang lagi cari cerpen tentang cinta pertama,
berikut cerpen tantang cinta pertama yang mengharukan
Pujaan Hati Masa Kecilku
Aku
bertemu Jake ketika berumur sebelas tahun. Bagiku ia bukan hanya "teman
kakak laki-lakiku". Ia berusia tiga belas tahun - seorang pemuda yang
lebih tua. Jake dan kakakku suka duduk di kamar kakakku, dengan pintu tertutup,
dan menggoyang-goyangkan kepala mengikuti irama musik Guns' n Roses. Aku akan
berusaha keras mencar-cari alasan untuk mengetuk pintu kamar kakakku, hanya
supaya mengintip atau mendapat seulas senyum Jake. Aku menemukan sesuatu yang
menarik pada diri jenius komputer aneh itu. Tapi aku hanya "adik
Phil", sehingga hubungan kami hanya sebatas ini: Ia teman kakakku dan aku
adik yang menjengkelkan, dua status yang tampaknya tidak cocok.
Lalu Jake pergi ke sekolah
swasta, dan aku kehilangan kehadirannya di rumah, meski itu hanya di balik
pintu kamar kakakku yang terkunci. Beberapa bulan setelah pergi, Jake menulis
surat kepada Phil, dan di akhir surat, dengan tulisan yang nyaris tidak
terbaca, ia menulis "sampaikan salamku untuk adikmu. Apa dia masih
lucu?" Kalimat itu menghidupi selama berbulan-bulan, cukup untuk terus
menerus menimbulkan getaran di perutku.
Pada musim panas 1993, Jake pulang.
Suatu malam, telepon berdering. Ketika aku mengangkatnya, suara di ujung sana
menjawab, "Hai Lensa, Phil ada?" Aku menggali ingatanku, mencoba
mengingat suara yang sudah kukenal di ujung sana. Setelah beberapa saat, aku
sadar itu suara Jake. JAKE!
"Sebenarnya dia tidak ada. Kau ada
di mana?" Suaraku gemetar. Aku tak percaya ketika dia menjawab,
"Cranbrook," ia ada di rumah.
Persahabatan kami dimulai ketika ia
bicara lagi dan berkata, "Yah, kalau Phil tidak ada, kurasa kaulah yang
harus bicara denganku." Malam itu, kami bertemu dan duduk di taman
berjam-jam.
Aku membawa seorang teman, dengan
tujuan memasangkannya dengan teman yang menemani Jake. Aku memperhatikan saat
Jake berbicara dan ketawa dengan temanku, Mel. Aku sadar aku takkan menjadi
orang yang akan memasangkan siapapun. Tampak jelas Jake tertarik kepada Mel.
Ketika Jake dan Mel pacaran, hatiku
hancur. Keegoisanku membuatku senang ketika bulan itu mereka berpisah, dan Jake
meneleponku untuk mengadu. Akhirnya kami berbicara lagi dan kemarahanku karena
ia mengencani Mel sirna dengan agak cepat. Sulit untuk bersikap terus marah
kepadanya.
Meski tak lama kemudian ia kembali ke
sekolahnya, suratnya sekarang dialamatkan kepadaku, dengan catatan tambahan
yang berbunyi, "sampaikan salamku untuk Phil." Persahabatan kami
semakin lama semakin erat.
Ia meninggalkan sekolahnya dua tahun
kemudian, hanya untuk pindah semakin jauh, tapi kami malah semakin dekat. Tak
lama kemudian aku menyadari bahwa aku benar-benar jatuh cinta padanya. Setiap
kali ia datang berkunjung, semua terasa seperti sebuah petualangan baru. Kami
merasa bebas untuk bertingkah seperti anak kecil, tapi sekaligus, pembicaraan
kami tidak ada habisnya. Kami tertawa dan berbagi rahasia, dan aku selalu sedih
jika ia harus pulang.
Setiap kali ia berkunjung aku berkata
kepada diri sendiri, Inila saatnya. Aku akan mengatakan perasaanku kepadanya.
Aku berjanji pada diri sendiri bahwa aku akan mengatakannya sebelum ia pergi,
tapi aku tak pernah berani mengakui perasaanku kepadanya.
Jake kembali pulang ke rumah beberapa
hari lalu. Aku berjanji kepada diriku sendiri bahwa tak akan ada lagi lain
kali, bahwa jika tidak sekarang, aku takkan pernah mengatakannya, dan bahwa aku
tak sanggup menahannya lagi. Walau pernah menyinggung-nyinggung perasaan kami
satu sama lain, kami tida pernah membicarakannya. Aku mengumpulkan keberanian
untuk mengatakan perasaanku kepadanya, bahwa aku mencintainya dan telah
beberapa lama merasakannya. Kata-kata itu mengalir begitu saja dari mulutku. Ia
memotong ucapanku, mencondongkan tubuh ke depan dan menciumku. Aku mengira aku
merasakan kebahagiaan yang sempurna, tapi anehnya, aku tidak merasakannya. Ini
Jake, aku mengingatkan diri sendiri. Ingat ? Kau mencintainya! Tapi
aku tetap tidak merasakan apa-apa. Ketika ia menatapku, aku bisa melihat
perasaan yang sama. Selama ini au yakin mencium Jake merupakan potongan
teka-teki terakhir untuk melengkapi khayalanku yang sempurna. Namun entah
bagaimana, potongan teka-teki ternyata tidak cocok.
Jake hari ini pergi lagi, dan kali ini,
kepergiannya tak terasa seperti tragedi. Kami teman baik tidak lebih, dan akan
selalu begitu.
Jadi mungkin ini bukan akhir dari
sebuah dongeng. Mungkin pujaan hati masa kecilku takkan menjadi pangeran
dongengku, tapi kami masih bisa hidup bahagia selamanya.
source : http://blog.codingwear.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar